Beranda | Artikel
Manhajus Salikin: Pembatal Wudhu, Menyentuh Kemaluan, Memandikan Jenazah
Kamis, 8 Februari 2018

 

Yang termasuk pembatal wudhu adalah menyentuh kemaluan dan memandikan jenazah. Untuk kedua hal ini apakah benar jadi pembatal wudhu? Kita lihat kelanjutan bahasan Manhajus Salikin karya Syaikh As-Sa’di.

 

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:

Di antara pembatal wudhu adalah (6) menyentuh kemaluan, (7) memandikan jenazah, (8) murtad, bahkan ia membatalkan amalan seluruhnya.

Dalil pembatal-pembatal wudhu adalah firman Allah Ta’ala,

أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ

… atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan.” (QS. Al-Maidah: 6)

Dan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai wudhu karena makan daging unta, jawab beliau, “Iya diperintahkan berwudhu.” (HR. Muslim)

Ketika mengatakan mengusap khuf, “Akan tetapi karena buang air besar, kencing, dan tidur.” (HR. An-Nasa’i, Tirmidzi, dan ia menshahihkannya).

 

Menyentuh Kemaluan, Apakah Membatalkan Wudhu?

Pendapat pertama menyebutkan bahwa menyentuh kemaluan membatalkan wudhu. Pendapat ini adalah pendapat madzhab Imam Malik, Imam Asy Syafi’i–pendapat beliau yang masyhur–, Imam Ahmad, Ibnu Hazm dan diriwayatkan pula dari banyak sahabat.

Di antara dalil dari pendapat ini adalah hadits dari Busrah binti Shafwan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Tirmidzi, no. 82; Ibnu Majah, no. 479; Abu Daud, no. 181. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Pendapat kedua menyebutkan bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu sama sekali. Di antara dalil dari pendapat ini adalah hadits dari Thalq bin ‘Ali di mana ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya,

مَسِسْتُ ذَكَرِى أَوِ الرَّجُلُ يَمَسُّ ذَكَرَهُ فِى الصَّلاَةِ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ قَالَ  لاَ إِنَّمَا هُوَ مِنْكَ

Aku pernah menyentuh kemaluanku atau seseorang ada pula yang menyentuh kemaluannya ketika shalat, apakah ia diharuskan untuk wudhu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kemaluanmu itu adalah bagian darimu.”  (HR. Ahmad, 4:23. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas ia bertanya,

يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا تَرَى فِى رَجُلٍ مَسَّ ذَكَرَهُ فِى الصَّلاَةِ قَالَ  وَهَلْ هُوَ إِلاَّ مُضْغَةٌ مِنْكَ أَوْ بَضْعَةٌ مِنْكَ.

Wahai Rasulullah, apa pendapatmu mengenai seseorang yang menyentuh kemaluannya ketika shalat?” Beliau bersabda, “Bukankah kemaluan tersebut hanya sekerat daging darimu atau bagian daging darimu?”  (HR. An Nasa’i, no. 165; Tirmidzi, no. 85. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Ada juga pendapat pertengahan dalam hal ini karena mengompromikan dua dalil di atas yaitu menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu, hanya disunnahkan untuk berwudhu. Inilah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah sebagaimana dalam Majmu’ah Al-Fatawa, 21:241.

 

Memandikan Jenazah, Apakah Membatalkan Wudhu?

Memang ada riwayat dari Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas di mana keduanya memerintahkan untuk berwudhu bagi yang memandikan jenazah. Perkataan Ibnu ‘Umar dikeluarkan oleh ‘Abdurrazaq. Sedangkan perkataan Ibnu ‘Abbas, tidak tahu siapa yang mengeluarkannya.

Ada hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَسَّلَ الْمَيِّتَ فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

Siapa yang memandikan jenazah, maka hendaklah ia mandi. Siapa yang memikul jenazah, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Daud, no. 3161. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Imam Nawawi sendiri menyatakan bahwa hadits ini dha’if bi-ittifaq, menurut sepakat ulama. Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa tidak wajib mandi bagi yang memandikan jenazah, yang ada cuma disunnahkan saja. Imam Al-Khattabi juga menyatakan tidak wajib, bahkan ia mengklaim bahwa ia tidak mengetahui ada ulama yang menyatakan wajib untuk mandi setelah memandikan jenazah. Adapun Imam Ahmad dan Ishaq menyatakan wajib berwudhu. Namun jumhur ulama menyatakan hanyalah sunnah untuk hal tersebut. Demikian penjelasan dalam Syarh Shahih Muslim, 7:8.

 

Murtad Membatalkan Amal

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ

Barangsiapa yang kafir sesudah beriman, maka hapuslah amalannya.” (QS. Al-Maidah: 5)

Wallahu a’lam. Moga menjadi ilmu yang bermanfaat.

 

Referensi:

  1. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
  2. Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, Tahun 1432 H. Ahmad bin ‘Abdul Halim Al-Harrani. Penerbit Darul Wafa’ dan Dar Ibnu Hazm.
  3. Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan ketiga, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj. Hlm. 57-58.

Disusun di Perpus Rumaysho, 22 Jumadal Ula 1439 H, Kamis sore

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/17149-manhajus-salikin-pembatal-wudhu-menyentuh-kemaluan-memandikan-jenazah.html